Sebagai ibu rumah tangga atau ibu bekerja, tentu saja kita selalu memikirkan bagaimana cara mengatur keuangan keluarga. Bukan hanya soal belanja bulanan, tapi juga memikirkan masa depan.
Memiliki instrumen investasi yang aman dan stabil tentu jadi prioritas bukan? Entah untuk biaya sekolah anak, kebutuhan darurat, hingga persiapan pensiun.
Diantara sekian banyaknya pilihan jenis investasi, investasi kripto bisa menjadi pilihan karena menawarkan potensi keuntungan yang besar dan fleksibilitas dalam bertransaksi.
Bicara soal investasi kripto, pilihannya memang beragam, mulai dari Bitcoin yang kerap disebut primadona, Altcoin yang menawarkan berbagai inovasi sekaligus risiko, hingga Stablecoin yang sering dipandang lebih “tenang”.
Dengan sifatnya yang lebih terkendali, stablecoin sering dianggap sebagai “zona aman” di tengah fluktuasi pasar kripto. Artinya, ibu rumah tangga atau ibu bekerja yang ingin mulai berinvestasi di kripto bisa menjadikan stablecoin sebagai langkah awal yang lebih nyaman sebelum melangkah ke instrumen yang resikonya lebih tinggi seperti Bitcoin atau altcoin..
Mengapa? Karena Stablecoin memiliki pergerakan harga yang lebih terkendali dibanding Bitcoin, Altcoin dan lainnya karena pergerakan harga stablecoin dipatok pada aset stabil seperti dolar AS atau emas.
Namun, sebelum memutuskan berinvestasi pada stablecoin, ada pertanyaan krusial yang perlu di pertimbangkan, benarkah Stablecoin se-aman itu dan bisa menjadi solusi tepat untuk menghindari tingkat naik-turunnya harga dalam suatu periode waktu (volatilitas ) investasi kripto?
Mengapa Stablecoin Terlihat Lebih Aman?
Muncul pada tahun 2014, stablecoin merupakan jenis aset kripto yang dirancang agar nilainya tetap stabil. Bagaimana caranya agar bisa stabil? Yaitu dengan cara mematok atau mengikat harga stablecoin pada sesuatu yang nilainya cenderung tetap, misalnya dolar AS, emas, atau instrumen keuangan tertentu.
Jadi, jika kita punya 1 stablecoin yang nilainya dipatok ke dolar, ya harganya akan selalu mendekati 1 dolar, bukan naik-turun liar seperti Bitcoin atau altcoin lain.
Analoginya seperti ini, jika Bitcoin ibarat harga cabai di pasar yang bisa naik drastis pagi hari lalu turun sore harinya, stablecoin lebih mirip harga beras yang relatif stabil dari waktu ke waktu. Ada perubahan kecil, tapi nggak bikin kaget.
Karena sifatnya yang stabil, stablecoin sering dipakai untuk transaksi sehari-hari, simpan dana sementara, atau jadi “parkiran aman” saat investor nggak mau ambil risiko di tengah pasar kripto yang lagi gonjang-ganjing. Jadi, fungsinya bisa dibilang mirip kayak tabungan dalam mata uang asing, tapi dalam bentuk kripto.
Bagi investor ritel, stablecoin ibarat “tempat singgah” ketika pasar kripto sedang merah. Daripada rugi besar di aset spekulatif, mereka bisa parkir di stablecoin sambil menunggu momen tepat masuk kembali ke pasar.
![]() |
Definisi Stablecoin |
![]() |
Mengapa Stablecoin Terlihat Aman? |
Risiko yang Sering Terlupakan
Diantara sekian banyak manfaat dan argumen meyaknkan terhadap stablecoin, kita juga perlu waspada dan berhati-hati terhadap resiko yang menyertainya.
Meski disebut “stabil”, stablecoin tidak sepenuhnya bebas risiko. Beberapa kasus mengungkapkan bahwa kestabilan stablecoin memiliki celah, seperti :
1. Risiko Cadangan Aset
Tidak semua stablecoin benar-benar memiliki cadangan 100% sesuai klaimnya. Transparansi cadangan inilah yang kerap menimbulkan perdebatan di kalangan regulator dan auditor. Bahkan, beberapa stablecoin besar diminta menjalani pemeriksaan independen oleh lembaga profesional seperti kantor akuntan publik untuk memastikan laporan keuangannya benar-benar akurat.
2. Risiko Regulasi
Walau disebut “stabil”, stablecoin tetap punya risiko, terutama dari sisi regulasi. Banyak negara kini memperketat aturan karena khawatir stablecoin bisa mengganggu sistem keuangan tradisional.
Amerika Serikat, misalnya, mewajibkan stablecoin punya cadangan aset yang jelas dan diaudit rutin, sementara Uni Eropa lewat aturan MiCA juga mendorong pengawasan ketat agar penerbitnya benar-benar transparan.
Bagi ibu rumah tangga atau keluarga yang mulai melirik stablecoin sebagai investasi, regulasi ini bisa jadi kabar baik sekaligus tantangan. Di satu sisi, aturan ketat bikin lebih aman karena ada jaminan cadangan yang jelas. Namun, disisi lain, bisa muncul konsekuensi seperti biaya transaksi lebih mahal atau akses yang lebih terbatas di beberapa negara.
Artinya, sebelum memilih stablecoin untuk tabungan anak atau persiapan pensiun, penting untuk paham bagaimana regulasi di negara tempat tinggal. Dengan begitu, ibu bisa lebih tenang dalam mengatur strategi investasi keluarga, tanpa khawatir kebijakan baru tiba-tiba merugikan.
3. Risiko Teknologi
Stablecoin tetap berjalan di atas blockchain, sehingga tetap rentan terhadap peretasan atau kegagalan sistem. Artinya, risiko teknis seperti peretasan, bug, atau kegagalan sistem tetap bisa terjadi.
Bagi ibu rumah tangga atau keluarga yang ingin menjadikan stablecoin sebagai bagian dari investasi, risiko ini penting untuk diperhatikan.
Kasus runtuhnya TerraUSD (UST) pada 2022 adalah bukti nyata bahwa “stabil” bukan berarti “tak tergoyahkan”.
Kegagalan TerraUSD (UST) pada 2022 banyak dipicu oleh sisi teknologi yang rapuh. Sebagai stablecoin algoritmik, UST tidak memiliki cadangan dolar atau emas, melainkan mengandalkan mekanisme dengan koin pasangannya, LUNA, untuk menjaga harga tetap 1:1 dengan dolar.
Ketika banyak investor menarik dana secara bersamaan, sistem harus mencetak LUNA baru dalam jumlah besar sehingga harganya jatuh. Mekanisme penopang UST pun kolaps, apalagi kepercayaan pasar ikut hilang. Tanpa cadangan aset riil sebagai penyangga, UST akhirnya gagal mempertahankan kestabilannya dan membuat banyak investor merugi besar.
Ibaratnya seperti arisan tanpa kas cadangan. Selama semua anggota rutin setor, sistemnya lancar. Tapi begitu banyak orang minta uangnya sekaligus, dana yang tersedia nggak cukup untuk menutup, dan akhirnya arisan bubar jalan. Begitu pula dengan UST karena tidak punya “tabungan nyata” sebagai penyangga, sistem algoritmanya runtuh saat diuji tekanan besar.
![]() |
Risiko Stablecoin |
Regulasi Jadi Penentu Masa Depan Stablecoin
Salah satu faktor terbesar yang menentukan keberlangsungan stablecoin adalah regulasi. Pemerintah di berbagai negara kini menaruh perhatian besar terhadap peredarannya. Beberapa negara melihat potensi stablecoin sebagai alat pembayaran digital, sementara yang lain menganggapnya ancaman bagi sistem moneter.
Larangan stablecoin di Hong Kong muncul setelah China melarang perusahaan milik negara ikut serta dalam bisnis kripto di wilayah tersebut. Langkah ini menunjukkan bahwa meskipun stablecoin menawarkan kestabilan harga, keberadaannya masih dianggap berisiko tinggi oleh otoritas keuangan tertentu.
Apakah Stablecoin Lebih Aman dari Kripto Lain?
Jawabannya relatif. Dibandingkan Bitcoin yang bisa naik-turun ribuan dolar dalam semalam, stablecoin jelas lebih aman dari sisi volatilitas harga.
Namun, jika dibandingkan dengan aset keuangan tradisional seperti deposito bank, stablecoin jauh lebih berisiko karena belum ada jaminan regulasi yang kuat di banyak negara.
Sebagai calon investor, sebaiknya kita tidak menganggap stablecoin sebagai “pelabuhan permanen”, melainkan hanya sebagai alat bantu dalam strategi investasi kripto. Diversifikasi, pemahaman risiko, dan mengikuti perkembangan regulasi tetap menjadi kunci.
Kesimpulan : Stabil Tapi Tak Sepenuhnya Aman
Stablecoin memang membawa angin segar dalam ekosistem kripto, terutama bagi mom yang ingin berinvestasi kripto dengan mengurangi risiko volatilitas.
Namun, label “stabil” tidak berarti bebas risiko. Terlepas dari potensi manfaatnya, kita harus berhati-hati. Regulasi global, transparansi cadangan, dan keamanan teknologi menjadi faktor yang akan menentukan masa depan stablecoin.
Sebagai calon investor, sebaiknya kita tidak menganggap stablecoin sebagai “pelabuhan permanen” dan selalu mewaspadai perkembangan pasar global dan kebijakan pemerintah. Melainkan lebih seperti tempat istirahat sementara dalam perjalanan investasi kripto.
Stablecoin bisa menjadi tempat “berhenti sejenak” untuk mengamankan dana saat pasar kripto sedang bergejolak. Namun untuk tujuan jangka panjang seperti dana pendidikan atau pensiun, diversifikasi ke instrumen lain, memahami risiko, dan mengikuti perkembangan regulasi tetap jadi kunci agar investasi keluarga lebih aman.
Karena pada akhirnya, kestabilan stablecoin tidak hanya ditentukan oleh teknologi blockchain, tetapi juga oleh aturan main yang mengikatnya.
Karena kestabilan stablecoin ditentukan oleh teknologi blockchain juga oleh aturan main yang mengikatnya jadi betul juga sebelum memilih stablecoin untuk tabungan anak atau persiapan pensiun, penting untuk paham lebih dahulu bagaimana regulasi di negara kita aja adanya stablecoin ini ya
BalasHapusKarena bagaimanapun kalau soal uang dan investasi setiap orang pasti ingin yang bisa bikin lebih tenang dalam mengatur strategi investasi keluarga, tanpa khawatir kebijakan baru tiba-tiba merugikan.
Sejak emas/LM naiknya engga kira-kira, banyak juga loh yg beralih ke crypto. Utamanya sih kalau mau investasi ya pakai uang dingin. Tapi...aku belum berani euy ke crypto. Mudah-mudahan melalui artikel ini makin paham deh...
BalasHapus