Logo Komunitas BRT Network

Pengalaman Penderita Kusta Terhadap Stigma Kusta

pengalaman penderita kusta




Pengalaman Penderita Kusta Terhadap  Stigma Kusta. Kita semua tahu bahwa pasien penderita kusta selalu diberikan stigma negatif sejak dulu, bahkan ketika penyakit kusta pertama kali ditemukan hingga sekarang ketika dunia bersiap memasuki metaverse.
Rasanya its doesnt make sense at all kalau penderita kusta masih merasakan stigma dijaman metaverse hari gini. Tapi nyatanya mereka masih merasakan efek stigma negatif terhadap mereka.
Dampak stigma negatif Kusta juga dirasakan oleh Pak Al Qadri, Orang yang Pernah Mengalami Kusta dan saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Perhimpunan Mandiri Kusta Nasional.
Bersama dengan NLR Indonesia melalui talkshow KBR melalui youtube, Pak Qadri membagikan Pengalaman Penderita Kusta yang beliau alami ketika menderita penyakit kusta dan merasakan dampak negatif dari stigma kusta.

Talkshow Ruang Publik KBR : Tolak Stigmanya, Bukan Orangnya!


Ini adalah kali kedua saya mengikuti talkshow bertema kusta dan saya gak pernah bosan mengikuti talkshow ini. Melalui komunitas menulis 1minggu1cerita saya mendapat informasi terkait talkshow ini.

talkshow KBR terkait kusta di streaming youtube



Kusta Bisa Disembuhkan, Tolak Stigma Bukan Orangnya” menjadi quote yang berulang digaungkan sepanjang talkshow. Seakan terus mengingatkan kita bahwa, stop stigma sekarang juga! Karena Pengalaman Penderita Kusta sangat mempengaruhi kualitas hidup mereka. Bukan hanya bagi penderita kusta tetapi juga keluarga dekat mereka.
Terdapat tiga poin penting yang dibahas dalam talkshow kali ini, yaitu :
  • Membahas Sejauh mana stigma dapat berdampak kehidupan orang dengan kusta?
  • Bagaimana pengalaman orang dengan penyakit kusta terhadap stigma tersebut
  • Bagaimana pengaruhnya terhadap upaya penanggulangan kusta di Indonesia.
Narasumber talkshow kusta kali ini adalah dr Astri Ferdiana (Technical Advisor NLR Indonesia) dan Al Qadri yang membagi Pengalaman Penderita Kusta sekaligus sebagai perwakilan dari Perhimpunan Mandiri Kusta Nasiona).

Pengalaman Penderita Kusta Terkait Pengaruh Stigma


pengalaman mantan pengidap kusta terhadap stigma kusta
Al Qadri, seorang mantan pengidap kusta (Foto: Aisyah Kamaliah detikHealth)

Pak Qadir mengidap kusta ketika usia 6 tahun dengan gejala bercak dan mati rasa pada kulit kaki. Ketika kusta muncul, pihak sekolah dimana Pak Qadri sekolah segera membawanya ke dokter dan melarang Qadir untuk sekolah karena mereka takut Pak Qadir menularkan penyakit kusta ke banyak orang.
Pak Qadri sangat merasakan diskriminasi karena penyakit kusta yang dialaminya. Bukan hanya Pak Qadri sendiri tetapi juga seluruh keluarga. Stigma negatif tentang kusta yang menempel begitu kuat terhadap penderita kusta, sangat terasa oleh Qadri saat masih kecil. Salah satunya adalah setiap pergi kemanapun di lingkungan rumahnya, ia selalu dijauhi semua orang bahkan teman - temannya. Bukan hanya itu, Qadri bahkan tidak boleh masuk sekolah lagi.
Usaha untuk berobat sudah dilakukan oleh Pak Qadri dengan sabar bersama keluarga sejak usia 6 tahun hingga tahun 1989 melalui pengobatan alternatif yang tak jua memberikan hasil.
Pada tahun 1989 kondisi pak Qadri sangat buruk, dimana luka muncul dimana - mana dan jari - jari mulai puntung. Bersyukur ada orang yang pernah mengalami kusta datang ke rumah Pak Qadri untuk mengobati beliau.
Stigma kusta sendiri yang diterima oleh pasien penderita kusta sangat dirasakan oleh beliau. Sangat dibutuhkan energi untuk melewati stigma bahkan psikologis sendiri terhadap penerimaan terkena penyakit kusta.
Efek dari stigma kusta yang paling melekat yang dirasakan hingga saat ini adalah masih merasakan dikucilkan dan dijauhi oleh orang-orang. Penderita penyakit kusta juga masih merasakan diskriminasi pengobatan. Parahnya, stigma kusta menyebabkan penderita pasien kusta sulit menemukan jodoh karena selalu ditolak dan bahkan penderita kusta harus membuat sumpah ketika mereka sembuh.
Dampaknya memang cukup luar biasa terhadap perkembangan psikologis dan kualitas hidup yang mengalami degradasi. Bukan hanya Pak Qadri, degradasi kualitas hidup juga dialami oleh penderita kusta lainnya. Seperti sulit mendapatkan pengobatan yang tepat, sulit , memperoleh pekerjaan yang layak hingga kesulitan menemukan pasangan hidup.
Tetapi jika dibandingkan tahun 80-90an, saat ini stigma kusta memang dirasakan mengalami penurunan tetapi masih tetap dirasakan. Pengucilan dalam bersosialisasi masih saja dirasakan karena masyarakat sekitar masih mau bersosialisasi dengan penderita kusta dikarenakan kewajiban tanpa memahami tahu seperti apa penyakit kusta. Pemahaman masyarakat yang minim terkait penyakit kusta menyebabkan stigma kusta semakin kuat.

Mengenal Penyakit Kusta

Kusta adalah penyakit infeksi yang menular kronis dalam jangka lama. Disebabkan oleh bakteri yaitu Mycobacterium leprae (M. leprae) yang menyerang kulit dan saraf tepi tubuh manusia. Jika Kusta ini telat diobati akan menimbulkan kelainan anatomi atau kecacatan pada beberapa bagian tubuh seperti mata, jari tangan atau jari kaki.

Gejala Penyakit Kusta

Gejala penyakit kusta diawali dengan bercak di kulit berwarna merah atau putih seperti panu. Bercak kulit karena kusta tidak gatal dan tidak nyeri atau bersisik. Bahkan mati rasa di area bercak tersebut.

Upaya penanggulangan kusta di Indonesia

Berdasarkan penuturan Ibu dr Astri Ferdiana, NLR Indonesia adalah satu-satunya organisasi yang bertujuan untuk eliminasi penyakit kusta yang bekerja sama dengan organisasi lain dan pemerintah. Persebaran kusta secara global Indonesia berada di ranking 3 di dunia setelah India dan Brazil.
Sementara itu Di Indonesia sendiri pada tahun 2020 masih terdapat 6 Provinsi yang belum mampu mengeliminasi atau menekan angka kaksus hingga dibawah 1/ 1000 penduduk. Dari 514 Kabupaten Indonesia, 98 Kabupaten masih menghadapi permasalahan kusta terutama di daerah Indonesia Timur. Juga termasuk beberapa Kabupaten di daerah Timur, Jawa barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Terkait stigma kusta di masyarakat, dibutuhkan upaya yang komprehensif dan konsisten. Berdasarkan hasil survey berdasarkan pengalaman penderita kusta ditemukan bahwa saat ini masih ditemukan praktik stigma kusta di tengah masyarakat, seperti :
  • Nakes dan masyarakat mau menerima dan bergaul dengan penderita kusta, tetapi enggan berinteraksi dekat dengan penderita kusta,
  • Menolak menikahkan anak mereka dengan penderita kusta
  • Tidak mau memperkerjakan yang menderita penyakit kusta
  • Tidak menerima penyewa yang menderita kusta
Dikarenakan stigma kusta ternyata masih melekat kuat di tengah masyarakat hingga nakes, maka NLR secara konsisten dan komprehensif gencar memberikan langkah penyadaran mengenai penyakit kusta di tengah masyarakat. NLR juga selalu berupaya melakukan eliminasi stigma ini melalui berbagai macam cara. Diantara langkah nyata yang dilakukan NLR untuk mengeliminasi stigma kusta adalah dengan kampanye, talkshow dan pelatihan.
Untuk mencegah kusta pada anak adalah jika anak tinggal dekat dengan penderita kusta maka penderita kusta harus segera menerima pengobatan secara intensif. Anak - anak atau mereka yang memilih kontak dekat dengan pasien penderita kusta bisa diberikan obat pencegahan yang hanya diminum satu kali saja.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Yang bisa kita lakukan adalah dengan menyambung lisan informasi valid mengenai penyakit kusta. Kita bantu menyebarkan informasi kepada keluarga kita, teman , sahabat dan relasi.
Bagaimana caranya agar mereka paham dan tidak lagi memiliki stigma negatif terhadap penderita kusta? yaitu dengan memberi informasi bahwa penyakit kusta menular tapi tidak menular dan bisa diobati. Terdapat pengobatan intensif bagi penderita kusta hingga sembuh total. Bagi mereka yang ingin melindungi diri dari penyebaran penyakit kusta, dapat meminum obat pencegahan.
Sepenggal informasi dapat memberikan perubahan besar terhadap kualitas hidup penderita kusta hingga tidak merasakan lagi dampak stigma dalam hidup mereka di masa yang akan datang. Sekarang, giliran kamu yang sharing informasi terkait ini di seluruh akun sosmed yang kamu punya. Yuk share sekarang.

.




8 komentar

  1. Jadi inget juga dulu punya kakak kelas yang menderita kusta. Memang luar biasa sih perjuangannya. Sedih ya semoga semakin banyak yang sadar juga.

    BalasHapus
  2. Aku baca kisah pak AL Qadri ini miris banget ya. Semoga tidak ada lagi yang mengalami diskriminasi karena kusta ini. Karena sejatinya penyakit ini sangat tidak menular, apalagi orang yang sudah ditangani dengan pengobatan medis. Semoga makin banyak orang teredukasi dengan informasi dari KBR ini.

    BalasHapus
  3. Diskrimasi kusta emang nyata. Padahal kusta itu bisa sembuh asal cepat dan penanganan tepat. Kalau dijauhi malah nanti mereka enggan berobat jadi cacat. Semoga kita makin aware dan tidak diskriminasi terhadap pengidap maupun penyintas.

    BalasHapus
  4. Aku jg pernah denger ada yg pernah dipecat lhoo dari kerjaannya gara2 kusta ini :(( stigma kita masih negatif bangetloh yaa :((

    BalasHapus
  5. sedih ya, yang bikin makin parah kondisinya justru stigma dariorang-orang ini, jadi berasa dapat penyakit lahir batin :(

    BalasHapus
  6. Sedih bacanya semoga dengan edukasi seperti ini tidak ada lagi diskriminasi ya kak

    BalasHapus
  7. Saat ini teknologi sudah semakin berkembang. Informasi lebih cepat diterima. Seharusnya masyarakat kita bisa makin teredukasi dengan pengetahuan bahwa penderita kusta itu tidak perlu dijauhi.

    BalasHapus
  8. Kukira kusta di Indonesia sudah nggak ada, ternyata masih ada ya. Yang sedih itu stigma yang menyertainya dan bikin penderitanya makin menderita. Senang dengan adanya event ini, semoga masyarakat jadi lebih aware dan stop stigmatisasi terhadap penderita kusta.

    BalasHapus